Kamis, 17 Juli 2008

Peninggalan Sejarah

Benteng Portugis : adalah sebuah benteng peninggalan sejarah yang terdapat di desa Banyumanis yang berdekatan dengan desa Ujung Batu, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Konon benteng tersebut diperkirakan dibangun Pemerintah Mataram pada tahun 1613-1645 sebagai pusat pertahanan untuk menghalau musuh yang datang dari Laut Jawa.

Saat ini Benteng Portugis merupakan salah satu tempat wisata unggulan di Kabupaten Jepara. Lokasi benteng tersebut juga berdekatan dengan Pulau Mandalika.

Fort Rotterdam : adalah sebuah benteng peninggalan zaman kolonial Belanda. Kini benteng yang juga dikenal dengan Bentang Ujungpandang itu berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh raja Gowa yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung. Benteng berbahan dasar tanah liat ini berbentuk persegi, dengan corak arsitektur Portugis. Modelnya sama dengan benteng di Eropa abad ke-16 dan 17. Setelah VOC berkuasa, benteng ini dibangun kembali dengan nama Fort Rotterdam. Pada masa itulah, benteng ini menjadi salah satu pusat pemerintahan dan pusat perdagangan VOC di Indonesia bagian timur.

Di Kompleks Fort Rotterdam terdapat Museum La Galigo. Sebagian besar gedung bentang ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di tengah Kota Makassar.

Monumen Kresek : adalah monumen bersejarah yang merupakan peninggalan dan sebagai saksi atas Peristiwa Madiun. Lokasi peninggalan sejarah dengan luas 2 hektar ini, berada 8 km ke arah timur dari kota Madiun dan terdiri dari monumen dan relief peninggalan sejarah tentang keganasan PKI pada tahun 1948 di Madiun. Adapun fasilitas wisata yang ada di tempat ini, antara lain, pendopo tempat istirahat, taman tanaman langka dan dilengkapi pula areal parkir.

Peninggalan Sejarah Menurut Negaranya

Filiphina :

Prasasti Lempeng Tembaga Laguna ditemukan 1989 di Laguna de Bay, Manila, Filipina. Penanggalan yang tertera menunjukkan tahun 822Saka, atau 21 April, 900. Prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuna meskipun banyak kata-kata dari bahasa Sansekerta, bahasa Jawa Kuna, dan bahasa Tagalog Kuna serta ditulis dengan aksara Kawi.

Gulungan tembaga ini agak berbeda pembuatannya apabila dibandingkan dengan gulungan tembaga dari Jawa semasanya. Huruf-huruf pada keping Laguna ditatah pada kepingnya langsung, sedangkan di Jawa ditulis pada keping yang dipanaskan dan menjadi lunak.

Isi prasasti ini mengenai pernyataan pembebasan hutang emas terhadap seseorang bernama Namwaran. Di dalamnya juga menyebutkan sejumlah nama tempat di sekitar Filipina (Tondo, Pila, dan Pulilan) dan tempat yang belum bisa dipastikan (Dewata dan Medang). Prasasti ini menjadi petunjuk mengenai adanya pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Pulau Luzon pada awal abad X. Sekarang dokumen ini tersimpan di Museum Nasional Filipina.

Singapura

Prasasti Singapura merujuk kepada suatu prasasti yang dijumpai ketika Sir Stamford Raffles membuka Singapura. Penemuan prasasti tersebut terdapat di dalam karya Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Prasasti tersebut berbentuk empat segi, selebar sedepa (1,7 meter) dan mempunyai tulisan yang dipahat. Prasasti tersebut dijumpai di ujung tanjung semasa pembukaan Singapura, dan abadi sampai saat Bonham menjadi gubernur Singapura, Pulau Pinang dan Melaka. Saat itu seorang insinyur Inggris bernama Coleman telah memecahkan batu tersebut.

Beberapa usaha mengenali jenis tulisan telah dilakukan saat itu, tetapi masih tidak dapat dikenali. Malah salinan tulisan tersebut telah diantar ke London untuk mengenali asal tulisan tersebut tetapi masih gagal. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi sendiri menyatakan bahwa kelihatannya tulisan itu seperti abjad Arab, tetapi akhirnya telah disimpulkan oleh Raffles sebagai abjad Hindi (Sansekerta) mengingat usia prasasti tersebut yang begitu lama.

Yang amat menarik bagi Prasasti Singapura ini adalah terdapat cerita yang selari mengenai prasasti ini yang terdapat di dalam Sulalatus Salatin. Di dalam karya tersebut telah dinyatakan dengan jelas mengenai seorang raja yang bergelar Raja Suran yang telah menakluk seluruh Tanah Melayu sampai ke Temasik. Di Temasik beliau telah membuat suatu peti kaca dan masuk ke laut. Setelah itu, Raja Suran, dikatakan telah mendirikan suatu prasasti yang menceritakan segala kisah penaklukannya, termasuk peristiwa baginda masuk ke dalam laut dalam bahasa Hindustani.

Ternyata prasasti ini mempunyai persamaan dengan prasasti Singapura, berdasarkan fakta berikut:-

  1. Kedua prasasti tersebut didirikan di Tumasik (Singapura).
  2. Kedua prasasti tersebut dibuat dekat laut. Prasasti Singapura dijumpai di ujung tanjung, sementara prasasti Raja Suran Batu dibuat untuk memperingati kisah baginda masuk ke laut, pastinya dibuat dekat kawasan pantai, dan bukannya di kawasan berbukit.
  3. Keduanya ditulis menggunakan abjad Hindustani.(Menurut pendapat Raffles).
  4. Keduanya dibuat pada zaman lampau. (Sukar dipercayai terdapat dua prasasti dibuat dalam tempo yang dekat di tempat yang sama (Temasik) mengingat prasasti amat jarang dijumpai.)
  5. Hanya raja yang berkuasa saja mempunyai pengaruh dan uang yang cukup untuk mendirikan prasasti. Tidak terdapat catatan mengenai raja yang kuat yang terdapat di Singapura selain rekod di dalam Sulalatus Salatin mengenai raja Suran.

Prasasti Tugu : adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

Tidak ada komentar: